Fenomena Pemukiman Kumuh di Bantaran Sungai

pemukiman-kumuh-di-solo_20151205_122338

Kawasan bantaran sungai adalah hal yang seringkali luput dari perhatian pemerintah. Sungai hanya menjadi halaman belakang kota, terabaikan, dan jarang tersentuh. Akibatnya pemukiman kumuh tumbuh berkembang secara liar di pinggir sungai. Penduduknya merupakan kaum pendatang ataupun penududuk asli kota yang tak mampu membeli rumah secara layak. Pemukiman ini sangat tidak tertata, sanitasinya buruk, dan akses yang ala kadarnya.Keberadaan lingkungan kawasan permukiman kumuh pun membawa permasalahan baru, seperti perkembangan fisik kota yang tidak baik, memberikan efek visual yang jelek, tingkat kesehatan masyarakat yang semakin rendah sebagai akibat dari kondisi permukiman yang tidak sesuai dengan standar kesehatan dan memberikan dampak sosial dan ekonomi masyarakat yang buruk.

Permasalahan kawasan permukiman kumuh yang terjadi di setiap wilayah perlu segera dilakukan penanganan sehingga tercapai suatu lingkungan permukiman yang sehat dan layak huni serta berkualitas. Pentingnya penanganan permasalahan permukiman kumuh ini, sejalan dengan apa yang ditegaskan dalam UU No. 4 Tahun 1992 tentang perumahan dan permukiman bahwa penataan perumahan dan permukiman bertujuan untuk (1) Memenuhi kebutuhan rumah sebagai salah satu kebutuhan dasar manusia, dalam rangka peningkatan dan pemerataan kesejahteraan manusia; (2) Mewujudkan perumahan dan permukiman yang layak dalam lingkungan yang sehat, aman serasi dan teratur.

Faktor-faktor Penyebab Meningkatnya Jumlah Kawasan Kumuh Penyebab adanya kawasan kumuh atau peningkatan jumlah kawasan kumuh yang ada di kota menurut Suparlan (1997) adalah:

  1. Faktor ekonomi seperti kemiskinan dan krisis ekonomi.
  2. Faktor bencana.

Faktor ekonomi atau kemiskinan mendorong bagi pendatang untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik di kota-kota. Dengan keterbatasan pengetahuan, ketrampilan, dan modal, maupun adanya persaingan yang sangat ketat di antara sesama pendatang maka pendatang-pendatang tersebut hanya dapat tinggal dan membangun rumah dengan kondisi yang sangat minim di kota-kota. Di sisi lain pertambahan jumlah pendatang yang sangat banyak mengakibatkan pemerintah tidak mampu menyediakan hunian yang layak. Faktor bencana dapat pula menjadi salah satu pendorong perluasan kawasan kumuh. Adanya bencana, baik bencana alam seperti misalnya banjir, gempa, gunung meletus, longsor maupun bencana akibat perang atau pertikaian antar suku juga menjadi penyebab jumlah rumah kumuh meningkat dengan cepat.

Dampak yang sering ditimbulkan oleh Pemukiman kumuh di bantaran sungai adalah banjir. Pemukiman kumuh menyebabkan hilangnya daerah penyerapan air, menyempitnya sungai, dan polusi di sungai.  Karena memang secara teori bantaran sungai seharusnya menjadi daerah luapan saat hujan tinggi, wajar saja permukiman-permukiman liar itu terendam banjir saat musim penghujan tiba. Penduduk Jakarta dan kota-kota utama di berbagai provinsi di Indonesia memang sudah tidak asing lagi dengan daerahdaerah kumuh. Bisa dikatakan permukiman kumuh itu muncul karena memang minmnya pilihan.

Untuk mengatasi banjir tersebut pemerintah melakukan penggusuran pada kawasan kumuh tersebut seperti pada kasus berikut ini:

Ratusan Bangunan di Bantaran Kali Apuran Dibongkar Paksa  

SELASA, 23 FEBRUARI 2016 | 10:28 WIB

472107_620

TEMPO.CO,�Jakarta�-�Pasukan gabungan dari Satuan Polisi Pamong Praja, TNI, dan Kepolisian Sektor Cengkareng membongkar ratusan bangunan semi-permanen di bantaran Kali Apuran, Kapuk, Cengkareng, Jakarta Barat. Menurut Wali Kota Jakarta Barat Anas Effendi, penertiban dilakukan karena warga membangun rumah secara ilegal di bantaran sungai. Padahal pemerintah daerah sedang melaksanakan program normalisasi sungai.

“Tahun 2014 sudah ditertibkan, warga telah direlokasi, tapi datang lagi. Kami tertibkan kembali,” kata Anas saat ditemui di lokasi, Kapuk, Selasa, 23 Februari 2016.

Sejak pagi, dua unit alat berat tampak sibuk merobohkan sekitar 125 bangunan di sepanjang bantaran sungai. “Kira-kira 4 kilometer. Nanti ini akan digunakan untuk jalan inspeksi tembus dari Kapuk ke Cengkareng Grand,” ia menjelaskan.

Warga sempat melawan dengan melemparkan batu ke arah petugas. Namun petugas membalas dengan menembakkan gas air mata.

Beberapa ibu rumah tangga tampak berusaha menahan pergerakan alat berat dengan berdiam diri di dalam rumah dan memeluk tiang-tiang bambu penyokong atap asbes rumah mereka. Sedangkan kaum pria terlihat membongkar rumahnya sendiri dan mengeluarkan barang-barangnya dibantu puluhan petugas pamong praja.

“Itu ada perusahaan di pinggir kali, gusur juga, dong. Kenapa cuma yang rakyat kecil saja?” ujar Fitri, seorang warga yang rumahnya dirobohkan.

Anas menjelaskan, pabrik-pabrik yang berada di sisi sungai tidak berdiri di atas tanah milik pemerintah. Berbeda dengan ratusan rumah yang berdiri tanpa izin. “Pabrik berjarak 8 meter dari bantaran,” tuturnya.

Sangat lah miris melihat  fenomena tersebut. Merelokasikan warga tidaklah memberikan solusi untuk warga miskin. Karena jika mereka dipindahkan, belum tentu kehidupan mereka menjadi lebih baik. Sehingga mereka tetap memilih kembali ke bantaran sungai walaupun dahulu telah direlokasikan.

Menurut saya, solusi untuk masalah ini adalah membuat Rumah Susun yang layak bagi warga miskin . Rumah susun memberikan banyak dampak positif. Pertama rumah susun tidak memerlukan tanah yang  begitu lebar karena rumah susun pada umumnya pembangunannya ke atas atau vertikal. Seperti yang tertuang dalam Undang-Undang Republik Indonesia no 20 tahun 2011 pasal 3 yang berbunyi “menjamin terwujudnya rumah susun yang layak huni dan terjangkau dalam lingkungan sehat, aman, harmonis, dan berkelanjutan serta menciptakan permukiman yang terpadu guna membangun ketahanan ekonomi, social, dan budaya” dari sini, kesimpulannya adalah rumah susun yaitu fasilitas atau kemudahan yang memang bertujuan positif bagi masyarakat karena harganya yang terjangkau dan telah mencerminkan lingkungan yang layak huni.

Solusi lainnya adalah merevitalisasi kawasan sungai menjadi taman dan objek wisata air sehingga tak ada kesempatan bagi warga membangun pemukiman ilegal. Revitalisasi tersebut selain menambah uang negara, wajah kotapun akan semakin baik. Karena jika kita menengok sejarah, sungai adalah citra dari suatu peradaban.

Wassalamualaikum warahmatullah.

Sumber referensi: